ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK DAN UMR TERHADAP JUMLAH PENGANGGURAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2007-2019
ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK
DAN UMR TERHADAP JUMLAH PENGANGGURAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2007-2019
Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas
Negeri Medan
Email: ditanatania@gmail.com1, melenianapitupulu@gmail.com2,
dheanabila294@gmail.com3
ABSTRAK
Jumlah Penduduk dan UMR merupakan faktor yang
berkontribusi dalam laju perkembangan jumlah pengangguran. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk dan UMR
terhadap jumlah pengangguran di Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis regresi berganda dengan bantuan software eviews 9.
Data sekunder yang digunakan adalah data time series periode tahun 2007-2019 diambil
dari Sumatera Utara Dalam Angka. Variabel independen terdiri dari Jumlah
Penduduk dan UMR sedangkan variabel dependennya adalah Jumlah Pengangguran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable Jumlah Penduduk dan UMR secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Jumlah Pengangguran di Provinsi
Sumatera Utara. Nilai R2 squared sebesar 0.812. Hal
ini berarti 81,2 persen di pengaruhi oleh varibel variabel independen dan
sisanya 18,78 di pengaruhi di luar model.
Kata Kunci : Jumlah
Penduduk, UMR, dan Jumlah Pengangguran
ABSTRACT
Population and UMR are factors contributing to
the pace of development of unemployment. The purpose of this research is to
determine the influence of population and UMR on the amount of unemployment in
North Sumatera province. The method of analysis used is multiple regression
analysis with the help of software EViews 9. The secondary data used is data
time series 2007-2019 period taken from North Sumatra in numbers. An
independent variable consists of population and UMR while the dependencies
variable is unemployment amount. The results showed that the total population
and UMR variables have a significant effect on the total unemployment in the
province of North Sumatra. R2 squared value of 0812. This means that 81.2
percent are influenced by independent variable varibells and the rest of the
18.78 are affected outside of the model.
Keywords:
Population, UMR, and Total Unemployment
PENDAHULUAN
Pengangguran adalah angkatan kerja yang belum mendapat kesempatan
bekerja, tetapi sedang mencari pekerjaan atau orang yang tidak mencari
pekerjaan karena merasa tidak mungkin memperoleh pekerjaan. Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk angkatan
kerja yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, sedang menunggu
proyek pekerjaan selanjutnya, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau pencari kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
Sejak dahulu, pengangguran
tetap menjadi masalah yang utama bagi negara Indonesia. Pada awal tahun
2020 ini fenomena yang mungkin masih meningkat ialah bertambahnya angka
penggangguran di Indonesia. Pengangguran artinya orang yang tidak bekerja atau
tidak memiliki pendapatan, dan ini menyebabkan pendapatan masyarakat secara
umum turun. Turunnya pendapatan menurunkan daya beli masyarakat, daya beli
masyarakat yang turun menyebabkan turunya permintaan barang dan jasa. Maka,
komponen konsumsi (C) turun dari Gross Domestic Produk (GDP) juga turun.
Peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia disebut bisa berpotensi menjadi
bom waktu di tengah ancaman resesi ekonomi dunia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam kurun waktu enam
bulan, tingkat pengangguran di Indonesia bertambah sebanyak 230 ribu jiwa.
Ditambah dengan kecendrungan masyarakat menjadikan pedapatan sebagai patokan
kesejahteraan perekonomian. Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya penyedian
lapangan kerja. Adapun penyebab timbulnya permasalahan tersebut diantaranya,
kurangnya investasi yang masuk, kebijakan ketat dari sejumlah negara maju dalam
menerima ekspor negara berkembang, iklim investasi yang belum kondusif, pasar
global, berbagai regulasi dan birokrasi yang kurang mendukung terhadap
pengembangan usaha, serta adanya tekanan kenaikan upah dalam kondisi dunia
usaha yang masih lesu.
Indonesia di masa depan
diprediksi akan berada di kekuatan ekonomi nomor empat secara global.
Negara-negara Eropa di dunia akan lewat oleh Indonesia pada tahun 2030. Oleh karena itu, sumber daya manusia memegang
peranan penting dalam pembangunan bangsa. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa
ditentukan salah satunya oleh kualitas sumber daya manusia yang dimiliki bangsa
itu. Menyoal arus kemajuan ekonomi digital yang semakin pesat. Dengan bonus
demografi yang dimiliki Indonesia maka pada tahun 2030 diperkirakan bakal
membawa Indonesia ke posisi puncaknya.
Dalam keadaan ini, maka Indonesia bisa memanfaatkan peluang
bonus demografi denngan baik nantinya. Namun jika Indonesia tidak dapat
mengoptimalkan kesempatan ini, maka Indonesia akan mengalami keterpurukan. Dengan
populasi terbesar keempat di dunia dan jumlah penduduk usia produktif tinggi,
pengangguran yang tinggi, bisa menjadi penghambat pemanfaatan bonus demografi.
Seharusnya pemerintah memberi perhatian lebih terutama masalah pengangguran
agar tidak terjadi penurunan daya beli dan perekonomian masyarakatpun tidak
menurun. Dalam hal ini, perlu kehati-hatian dalam kesempatan yang akan
kita miliki. Jika memang mampu di optimalkan maka ini bukan masalah. Namun
sebaliknya jika bonus demografi menyumbang pengangguran yang semakin meningkat
maka perekonomian Indonesia akan menjadi lemah.
Menurut data BPS per Agustus 2019, terdapat total 7,05 juta
jiwa yang tidak memiliki pekerjaan, jumlah tersebut meningkat 3,3 persen dari
posisi Februari sebesar 6,82 juta. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pun naik
dari 5,01 persen pada Februari 2019 menjadi 5,28 persen pada Agustus 2019.
Namun, angka tersebut masih lebih baik jika dibanding Agustus tahun lalu
sebesar 5,34 persen. TPT adalah indikasi tentang penduduk usia kerja yang
termasuk dalam kelompok pengangguran.
Pengangguran juga terjadi karena adanya jumlah angkatan kerja
yang tinggi, kenaikan jumlah penduduk yang dialami Indonesia mengakibatkan
kenaikan jumlah angkatan kerja. Akan tetapi kenaikan jumlah angkatan kerja
tersebut, tidak dibarengi oleh meningkatnya kesempatan kerja, akibatnya
angkatan kerja yang jumlahnya bertambah tersebut, tidak dapat didistribusikan
ke lapangan pekerjaan. Hal ini akan berdampak pada jumlah pengangguran yang
terus bertambah, Berdasarkan penjelasan ahli-ahli ekonomi klasik, dikemukakan
suatu teori yang menjelaskan perkaitan di antara pendapatan per kapita dan
jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori ini
menjelaskan apabila kekurangan penduduk, produksi marjinal adalah lebih tinggi
dari pada pendapatan per kapita. Akibatnya pertambahan penduduk akan menaikkan
pendapatan per kapita. Di sisi lain, apabila penduduk sudah terlalu banyak,
hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi,
maka produksi marjinal akan mulai mengalami penurunan.
Pengangguran yang
bertambah juga dipengaruhi oleh UMR yang diterima oleh setiap pekerja sedikit
sehingga mereka merasa belum dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat
selalu saja berusaha mencari pekerjaan yang mendapatkan UMR lebih besar
sehingga dalam pencariannya, ia hanya menambah jumlah pengangguran saja. Permasalahan
utama selanjutnya dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah
masalah upah minimum regional yang rendah dan secara langsung dan tidak
langsung berpengaruh pada tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut
disebabkan karena pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan
dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya.
Menurut Mankiw (2000), upah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat pengangguran. Selain itu, upah juga merupakan kompensasi
yang diterima oleh satu unit tenaga kerja yang berupa jumlah uang yang
dibayarkan kepadanya. Kualitas seseorang yang semakin tinggi akan mempengaruhi
kontribusinya terhadap perusahaan, sehingga upah yang diterima juga semakin
besar. Semakin tinggi besaran upah yang ditetapkan oleh pemerintah maka hal
tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada negara
tersebut (Kaufman dan Hotchkiss, 1999). Selain itu, perbedaan wilayah atau
daerah pun menjadi penyebab perbedaan tingkat upah. Wilayah yang mempunyai
pendapatan daerah yang tinggi tentu akan menciptakan efek pendapatan bagi
tenaga kerja karena banyaknya perusahaan yang berkembang di daerah tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas,
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh jumlah penduduk dan upah minimum regional
terhadap pengangguran di Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui besarnya pengaruh jumlah penduduk dan upah minimum regional
terhadap pengangguran di Sumatera Utara.
Rumusan
Masalah
- Apakah ada pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara?
- Apakah ada pengaruh Upah Minimum Regional terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara?
- Apakah ada pengaruh Jumlah Penduduk dan UMR terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara?
Tujuan
Penelitian
- Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.
- Untuk mengetahui pengaruh Upah Minimun Regional terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.
- Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk dan UMR terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara?
Hipotesis
- Diduga terdapat pengaruh positif dan signifikan Jumlah Penduduk terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.
- Diduga terdapat pengaruh negatif dan signifikan UMR terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara.
- Diduga terdapat pengaruh signifikan Jumlah Penduduk dan UMR terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utaraa.
LANDASAN
TEORI
1.
Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Jumlah Pengangguran
Penduduk merupakan variabel penting yang
mempengaruhi jumlah pengangguran. Ketika jumlah penduduk terus menerus
bertambah sedangkan jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan tidak didukung oleh
pertamabahan penduduk. Maka bisa dipastikan hal ini akan menyumbang jumlah
pengangguran yang tinggi khususnya Indonesia. Pengangguran selalu timbul dalam
perekonomian karena permintaan efektif masyarakat atau pengeluaran agregat
adalah lebih rendah dari kemampuan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam
perekonomian untuk memproduksi barang-barang dan jasa (Keynes dalam Suyuthi,
1989: 136). Pengertian Pengangguran Terdidik adalah Tingkat pengangguran
terdidik merupakan rasio jumlah pencari kerja yang berpendidikan SLTA keatas
(sebagai kelompok terdidik) terhadap besarnya angkatan kerja pada kelompok
tersebut (BPS, 2012).
Menurut Bellante dalam Lindhiarta (2014) hubungan
antara jumlah penduduk dengan jumlah pengangguran dapat dilihat pada teori
permintaan dan penawaran tenaga kerja. Selain itu, Malthus berpendapat hubungan
antara jumlah populasi, upah riil, dan inflasi ialah ketika populasi tumbuh
lebih cepat daripada produksi makanan maka upah riil turun maka akan
mempengaruhi tingkat pengangguran. Tetapi ketika upah riil meningkat maka
perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerjanya, sementara penawaran lebh
tinggi daripada permintaan tenaga kerja maka hal tersebut akan menyebabkan
tingkat pengangguran akan meningkat (Lindhiarta, 2014).
Penelitian yang berkaiatan dengan penduduk dan unsur
yang mempengaruhi tingkat perubahannya dinamakan demografi. Analisis ekonomi
sudah menguraikan masalah demografi, yaitu usaha dengan cara memusatkan
perhatian pada insentif dan motivasi perubahan tingkah laku individu. Para ahli
ekonomi lebih percaya bahwa demografi dengan penekanan pada akar ekonomi dari
tingkah laku manusia sudah memberikan jawaban yang memuaskan dibandingkan
dengan kerangka teoritis lainnya. Mereka dapat menolak model-model demografi
yang hanya bersifat mekanis, model-model yang hanya mencari ketertiban dalam
tingkah laku manusia tanpa menyelidiki motif yang terletak dibalik tingkah laku
itu. Transisi demografi adalah nama untuk pergeseran dari jumlah penduduk yang
stabil pada tingkat kelahiran dan kematian tinggi kejumlah penduduk dengan
tingkat kelahiran dan kematian yang rendah (Sanusi 2004: 77).
Tahun 2030 Indonesia diprediksi
akan mengalami masa bonus demografi. Jumlah penduduk usia produktif (berusia
15-64 tahun) lebih besar dibanding penduduk usia tidak produktif (berusia di
bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia
produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang
diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Bonus
demografi merupakan kesempatan emas bagi Indonesia dalam peningkatan sumber
daya manusia (SDM) dan salah satu cara pendukung agar Indonesia menjadi negara
maju. Jika Indonesia bisa memanfaatkan masa emas tersebut maka Indonesia telah
berhasil mengambil peluang dari bonus demografi.
Dengan bertambahnya jumlah
penduduk dan kesempatan emas di tahun 2030 ini membuat kecemasan tersendiri.
Bisa saja ini menjadi kesempatan emas jika kualitas sumber daya manusia yang
tinggi dibarengi dengan jumlah penduduk yang bertambah. Namun ketika hal ini
tidak menyumbang hal baik kepada kualitas sumber daya manusia maka berakibat
buruk menambah jumlah pengangguran yang ada. Untuk itu, kualitas sumber daya
manusia yang ada harus benar-benar mendapatkan kualitas yang baik. Dengan sudah
baiknya kualitas sumber daya manusia maka SDM siap untuk menghadapi kesempatan
yang besar ini.
2.
Pengaruh Upah Minimum Regional Terhadap Jumlah Pengangguran
Upah minimum merupakan standar nominal upah terendah yang wajib
digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam pembayaran upah pekerja di
perusahaan. Tujuan ditetapkannya upah minimum oleh pemerintah adalah menciptakan sistem pengupahan yang
dapat memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja dan keluarganya. Upah minimum
tidak berlaku tunggal untuk seluruh wilayah Indonesia. Setiap daerah memiliki
standar upah yang berbeda, sebagai contoh upah minimum DKI Jakarta lebih besar
dari upah minimum DI Yogyakarta, atau upah minimum Karawang lebih tinggi dari
upah minimum Surabaya. Dengan kata lain, di setiap daerah berlaku Upah Minimum Regional (UMR)
Menurut Kertonegoro (2000:54) ketetapan upah minimum
adalah suatu ketetapan upah minimum yang dikeluarkan oleh pemerintah
berdasarkan usulan atau masukan dari komisi pengupahan dan jaminan sosial dari
dewan ketenagakerjaan daerah tentang keharusan perusahaan untuk membayarkan
sekurang-kurangnya sejumlah upah kepada pekerja yang paling rendah
tingkatannya.
Menurut Kaufman dan Hotchkiss dalam Alghofari (2011)
penetapan tingkat upah yang dilakukan oleh pemerintah pada suatu negara akan
memberikan dampak terhadap besarnya tingkat pengangguran karena semakin tinggi
besaran tingkat upah yang ditetapkan akan menurunkan jumlah orang yang bekerja
pada suatu negara tersebut. Hubungan upah dan pengangguran juga dijelaskan
dalam teori A.W. Phillips, dimana tingkat upah atau inflasi memiliki hubungan
terbalik terhadap pengangguran.
Upah adalah pendapatan yang diterima tenaga kerja
dalam bentuk uang, yang mencakup bukan hanya komponen upah atau gaji, tetapi
juga lembur dan tunjangantunjangan yang diterima secara rutin atau reguler
(tunjangan transport, uang makan, dan tunjangan lainnya sejauh diterima dalam
bentuk uang) tidak termasuk Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan bersifat
tahunan, kwartalan, tunjangan-tunjangan lain yang bersifat tidak rutin BPS
(2008). Pada kenyataannya, hanya sedikit pasar tenaga kerja yang bersifat
persaingan sempurna. Dalam menganalisis pendapatan tenaga kerja, kita perlu
mengetahui upah riil yang menggambarkan daya beli dari jam kerja, atau upah
nominal dibagi oleh biaya hidup. “Tingkat upah umum ini kemudian diproses
menjadi tingkat upah minimum yang biasanya ditentukan oleh pemegang kebijakan
pemerintah” Samuelson dan Nordhaus (1999:201).
Undang-undang Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2000 yang
berisi upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja
atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang
telah atau akan dilakukan. Upah merupakan balas karya untuk faktor produksi
tenaga kerja manusia (dalam arti luas, termasuk gaji, honorarium, uang lembur,
tunjangan). Upah biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu upah nominal (sejumlah
uang yang diterima) dan upah rill (sejumlah barang dan jasa yang dapat dibeli
dengan upah uang itu). Upah dalam arti sempit khusus dipakai untuk tenaga kerja
yang bekerja pada orang lain dalam hubungan kerja.
Jika UMR ditetapkan dengan baik maka akan mengurangi
jumlah pengangguran. Kita bisa lihat bahwa dengan adanya gaji atau upah yang
diterima oleh setiap pekerja maka kehidupan mereka sejahtera. Kessejahteraan
yang didapatkan oleh setiap pekerja membuat setiap pekerja bersemangat dalam
bekerja dan mengoptimalkan kinerjanya dengan baik. Dengan adanya penetapan UMR
maka akan mengurangi orang yag tidak bekerja karena mereka yang sudah bekerja
akan tetap mempertahankan pekerjaannya.
METODE
PENELITIAN
1.
Objek Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
data sekunder secara keseluruhan diambil dari sumber resmi dalam bentuk tahunan
pada periode 2007 sampai 2019. Objek yang digunakan pada penelitian ini adalah
provinsi Sumatera Utara dengan kriteria yaitu provinsi yang menerbitkan laporan
mengenai, upah minimum regional, jumlah penduduk dan tingkat pengangguran SUMUT
dan pada periode 2007-2019.
2.
Teknik Analisis
Data Teknik analisis yang digunakan
untuk menjawab seluruh tujuan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
analisis regresi linear berganda. Teknik analisis data kuantitatif dilakukan
dengan cara meregres data dengan salah satu aplikasi / software statistik
berupa aplikasi Eviwes 9 dan melakukan Uji Asumsi Klasik dan Uji Hipotesis.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
DESKRIPTIF STATISTIK
1.
Perkembangan Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara
Menurut Haryanto (2013:73) dalam jurnal Lindhiarta
(2014) dijelaskan bahwa jumlah penduduk menunjukkan total manusia atau penduduk
yang menempati suatu wilayah pada jangka waktu tertentu. Adapun perkembangan jumlah
penduduk di Provinsi Sumatera Utara selama tahun amatan penelitian 2007-2019
adalah sebagai berikut:
Tabel Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara
|
|||
Tabulasi Normal Dalam Jiwa
|
|||
Tahun
|
Jumlah Penduduk
|
Perkembangan
|
Persentase
|
2007
|
12.643.494
|
||
2008
|
12.834.371
|
190.877
|
1,509685535
|
2009
|
13.042.317
|
207.946
|
1,620227435
|
2010
|
13.248.386
|
206.069
|
1,580003001
|
2011
|
12.982.204
|
-266.182
|
-2,009165494
|
2012
|
13.103.596
|
121.392
|
0,935064647
|
2013
|
13.215.401
|
111.805
|
0,853239065
|
2014
|
13.326.307
|
110.906
|
0,839217819
|
2015
|
13.766.851
|
440.544
|
3,305822086
|
2016
|
13.937.797
|
170.946
|
1,241721872
|
2017
|
14.102.911
|
165.114
|
1,184649195
|
2018
|
14.262.151
|
159.240
|
1,129128589
|
2019
|
14.415.391
|
153.240
|
1,074452234
|
Sumber:
SUDA (Sumatera Utara Dalam Angka)
Adapun grafik perkembangan Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara selama tahun penelitian 2007-2019 adalah sebagai berikut:
Gambar. Jumlah
Penduduk Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007-2019
2. Perkembangan UMR di Provinsi Sumatera Utara
UMR atau Upah Minimum Regional adalah suatu standar
yang digunakan oleh para pengusaha dan pelaku industri dalam memberikan upah
kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Adanya penerapan gaji UMR digunakan untuk melindungi hak para tenaga kerja
dalam mendapatkan upah yang layak dan sesuai dengan beban kerja. . Adapun
perkembangan UMR di Provinsi Sumatera Utara selama tahun amatan penelitian
2007-2019 adalah sebagai berikut:
Tabel UMR di Provinsi Sumatera Utara |
|||
Tabulasi Normal Dalam Rupiah
|
|||
Tahun
|
UMR
|
Perkembangan
|
Persentase
|
2007
|
761.000
|
||
2008
|
822.205
|
61.205
|
8,042706965
|
2009
|
905.000
|
82.795
|
10,06987309
|
2010
|
965.000
|
60.000
|
6,629834254
|
2011
|
1.035.500
|
70.500
|
7,305699482
|
2012
|
1.200.000
|
164.500
|
15,88604539
|
2013
|
1.375.000
|
175.000
|
14,58333333
|
2014
|
1.505.850
|
130.850
|
9,516363636
|
2015
|
1.625.000
|
119.150
|
7,912474682
|
2016
|
1.811.875
|
186.875
|
11,50000000
|
2017
|
1.961.354
|
149.479
|
8,249962056
|
2018
|
2.132.118
|
170.764
|
8,706434433
|
2019
|
2.303.403
|
171.285
|
8,033560994
|
Sumber:
SUDA (Sumatera Utara Dalam Angka)
Adapun grafik perkembangan Jumlah Penduduk di Provinsi Sumatera Utara selama tahun penelitian 2007-2019 adalah sebagai berikut:
Gambar. UMR
Sumatera Utara Tahun 2007-2019
3. Perkembangan Jumlah Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara
Menurut Sukirno (2006:13) pengangguran adalah suatu
keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja yang ingin
mendapatkan kerja tetapi mereka belum dapat memperoleh pekerjaan tersebut.
Tabel Jumlah Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara |
|||
Tabulasi Normal Dalam Jiwa
|
|||
Tahun
|
Pengangguran
|
Perkembangan
|
Persentase
|
2007
|
571.334
|
||
2008
|
554.539
|
-16.795
|
-2,939611506
|
2009
|
532.427
|
-22.112
|
-3,987456247
|
2010
|
491.806
|
-40.621
|
-7,629402716
|
2011
|
402.120
|
-89.686
|
-18,23605243
|
2012
|
379.980
|
-22.140
|
-5,505819158
|
2013
|
412.200
|
32.220
|
8,479393652
|
2014
|
390.710
|
-21.490
|
-5,213488598
|
2015
|
428.794
|
38.084
|
9,747382969
|
2016
|
371.680
|
-57.114
|
-13,31968264
|
2017
|
377.288
|
5.608
|
1,508824796
|
2018
|
396.000
|
18.712
|
4,959606454
|
2019
|
383.000
|
-13.000
|
-3,282828283
|
Sumber:
SUDA (Sumatera Utara Dalam Angka)
Adapun grafik perkembangan Jumlah Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara selama tahun penelitian 2007-2019 adalah sebagai berikut:
B. UJI ASUMSI ATAU UJI PERSYARATAN ANALISIS
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa da nilai jarque-bera 1,3353 dan nilai probability 0,5129 > 0,05 hal ini menunjukkan bahwa data distribusi normal. Jadi dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil, model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Uji Multikorelasi
Dari gambar tebel diatas dapat dijelaskan bahwa
estimasi nilai matriks korelasi menunjukan tidak terdapat masalah multikorelasi
data. Karena koefisien korelasi antara variabel bebas (independen) tidak ada
yang melebihi 10.
3. Uji Autokorelasi
Dependent
Variable: LPENGANGGURAN
|
||||
Method:
Least Squares
|
||||
Date:
05/09/20 Time: 11:31
|
||||
Sample:
2007 2019
|
||||
Included
observations: 13
|
||||
Variable
|
Coefficient
|
Std.
Error
|
t-Statistic
|
Prob.
|
C
|
-46.86066
|
25.06598
|
-1.869493
|
0.0911
|
LPENDUDUK
|
4.348184
|
1.682720
|
2.584020
|
0.0272
|
LUMR
|
-0.817925
|
0.190922
|
-4.284073
|
0.0016
|
R-squared
|
0.812162
|
Mean dependent var
|
12.97771
|
|
Adjusted
R-squared
|
0.774595
|
S.D. dependent var
|
0.157571
|
|
S.E.
of regression
|
0.074810
|
Akaike info criterion
|
-2.148564
|
|
Sum
squared resid
|
0.055965
|
Schwarz criterion
|
-2.018191
|
|
Log
likelihood
|
16.96567
|
Hannan-Quinn criter.
|
-2.175362
|
|
F-statistic
|
21.61872
|
Durbin-Watson
stat
|
1.012505
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.000234
|
|||
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai Durbin Watson (DW) hitung sebesar 1,012505 .Oleh karena banyaknya N= 13 dan k = 2 (jumlah variabel bebas) dan membandingkan dengan tabel DW, maka diperoleh nilai dL sebesar 0.8612 dan du sebesar 1.5621. Selanjutnya dapat diputuskan dengan panduan sebagai berikut:
Tabel. Penentuan
Autokorelasi Uji Durbin Watson
Ada autokorelasi positif
|
Tidak dapat diputuskan
|
Tidak ada autokorelasi
|
Tidak dapat diputuskan
|
Ada autokorelasi negatif
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Oleh karena
nilai dw hitung berada diantara dl dan du
maka dapat disimpulkan bahwa ada dapat diputuskan dalam penelitian ini.
cara II , yaitu:
Metode Breusch-Godfrey Atau Uji Autokerelasi Serial Korelasi
Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM Test:
|
||||
F-statistic
|
2.408620
|
Prob. F(2,8)
|
0.1518
|
|
Obs*R-squared
|
4.885928
|
Prob. Chi-Square(2)
|
0.0869
|
|
Test
Equation:
|
||||
Dependent
Variable: RESID
|
||||
Method:
Least Squares
|
||||
Date:
05/09/20 Time: 13:15
|
||||
Sample:
2007 2019
|
||||
Included
observations: 13
|
||||
Presample
missing value lagged residuals set to zero.
|
||||
Variable
|
Coefficient
|
Std.
Error
|
t-Statistic
|
Prob.
|
C
|
-13.00441
|
35.62451
|
-0.365041
|
0.7245
|
LPENDUDUK
|
0.887440
|
2.405547
|
0.368914
|
0.7218
|
LUMR
|
-0.110920
|
0.279313
|
-0.397117
|
0.7017
|
RESID(-1)
|
0.582332
|
0.322826
|
1.803857
|
0.1089
|
RESID(-2)
|
-0.614507
|
0.453727
|
-1.354353
|
0.2126
|
R-squared
|
0.375841
|
Mean dependent var
|
1.49E-14
|
|
Adjusted
R-squared
|
0.063761
|
S.D. dependent var
|
0.068292
|
|
S.E.
of regression
|
0.066079
|
Akaike info criterion
|
-2.312222
|
|
Sum
squared resid
|
0.034931
|
Schwarz criterion
|
-2.094933
|
|
Log
likelihood
|
20.02944
|
Hannan-Quinn criter.
|
-2.356884
|
|
F-statistic
|
1.204310
|
Durbin-Watson stat
|
2.219709
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.379932
|
|||
Dapat di lihat bahwa nilai prob. Obs*R-squared (Prob. Chi-Square(2)) sebesar 0,0869 > 0,05 maka data penelitian tersebut bahwa
model itu terbebas dari masalah
autokorelasi.
4. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity
Test: Glejser
|
||||
F-statistic
|
2.889989
|
Prob. F(2,10)
|
0.1022
|
|
Obs*R-squared
|
4.761713
|
Prob. Chi-Square(2)
|
0.0925
|
|
Scaled
explained SS
|
2.075981
|
Prob. Chi-Square(2)
|
0.3542
|
|
Test
Equation:
|
||||
Dependent
Variable: ARESID
|
||||
Method:
Least Squares
|
||||
Date:
05/09/20 Time: 11:40
|
||||
Sample:
2007 2019
|
||||
Included
observations: 13
|
||||
Variable
|
Coefficient
|
Std.
Error
|
t-Statistic
|
Prob.
|
C
|
11.91739
|
9.055531
|
1.316034
|
0.2175
|
LPENDUDUK
|
-0.756077
|
0.607913
|
-1.243727
|
0.2420
|
LUMR
|
0.039095
|
0.068974
|
0.566806
|
0.5833
|
R-squared
|
0.366286
|
Mean dependent var
|
0.058467
|
|
Adjusted
R-squared
|
0.239543
|
S.D. dependent var
|
0.030992
|
|
S.E.
of regression
|
0.027026
|
Akaike info criterion
|
-4.184836
|
|
Sum
squared resid
|
0.007304
|
Schwarz criterion
|
-4.054463
|
|
Log
likelihood
|
30.20143
|
Hannan-Quinn criter.
|
-4.211634
|
|
F-statistic
|
2.889989
|
Durbin-Watson stat
|
1.468140
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.102204
|
|||
Silahkan baca output
tersebut di atas, dimana nilai p value yang ditunjukkan dengan nilai Prob. chi
square(2) pada Obs*R-Squared yaitu sebesar 0,0925. Oleh karena nilai p
value 0,0925 > 0,05 maka terima H0 atau berarti model regresi bersifat
homoskedastisitas atau dengan kata lain tidak ada masalah asumsi
heteroskedastisitas.
C. UJI SIGNIFIKANSI
Dependent
Variable: LPENGANGGURAN
|
||||
Method:
Least Squares
|
||||
Date:
05/09/20 Time: 11:31
|
||||
Sample:
2007 2019
|
||||
Included
observations: 13
|
||||
Variable
|
Coefficient
|
Std.
Error
|
t-Statistic
|
Prob.
|
C
|
-46.86066
|
25.06598
|
-1.869493
|
0.0911
|
LPENDUDUK
|
4.348184
|
1.682720
|
2.584020
|
0.0272
|
LUMR
|
-0.817925
|
0.190922
|
-4.284073
|
0.0016
|
R-squared
|
0.812162
|
Mean dependent var
|
12.97771
|
|
Adjusted
R-squared
|
0.774595
|
S.D. dependent var
|
0.157571
|
|
S.E.
of regression
|
0.074810
|
Akaike info criterion
|
-2.148564
|
|
Sum
squared resid
|
0.055965
|
Schwarz criterion
|
-2.018191
|
|
Log
likelihood
|
16.96567
|
Hannan-Quinn criter.
|
-2.175362
|
|
F-statistic
|
21.61872
|
Durbin-Watson stat
|
1.012505
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.000234
|
|||
1.
Uji Simultan (F-test)
Berdasarkan
tabel di atas diketahui bahwa nilai Fhitungsebesar 21,61872 >
F tabel (α = 5%, = n-k-1 = 13- 2 -1 = 10 ) sebesar 4.10 dan perolehan nilai Sig. sebesar 0.000 >
0.05. Artinya secara simultan jumlah penduduk dan UMR berpengaruh dan
signifikan terhadap Pengangguran di Indonesia pada taraf alpha 5 persen.
2.
Uji Parsial (T-test)
Berdasarkan Tabel diatas, dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
a. Variabel
penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengangguran di Provinsi
Sumatera Utara dengan perolehan nilai t hitung sebesar 2.584020 >
t tabel (α = 5%, db = n-k = 13 - 3
= 10) sebesar 1.81246 dan perolehan nilai Sig 0,0272 > 0,05. Maka Ho
ditolak pada taraf alpha 5 persen.
b. Variabel
UMR berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Pengangguran di Provinsi Sumatera Utara dengan perolehan nilai t hitung
sebesar – 4,284073 > t tabel (α = 5%, db = n-k = 13 - 3 = 10) sebesar 1.81246 dan perolehan nilai Sig
0,0016 > 0,05, Maka Ho ditolak pada taraf alpha 5 persen.
3.
Uji Koefisien Determinan/Kecocokan Model (R2)
Adapun hasil
perhitungan koefisien determinasi dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Berdasarkan
tabel diatas diketahui bahwa nilai nilai R2 squaredsebesar 0.812162. Hal ini menunjukkan bahwa variabel jumlah
penduduk dan UMR mampu menjelaskan Pengangguran di Sumatera Utara sebesar
81,2162 persen. Serta sisanya 18,78
persen dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian
ini.
4.
Pembahasan Model Analisis
Nilai koefisien
mampu menunjukkan besarnya proporsi perubahan pengangguran dalam satu satuan
masing-masing variabel.Adapun
koefisien masing-masing variabel dapat dilihat dalam
persamaan regresi penelitian seperti terlihat pada model berikut :
Log
(Pengangguran) = - 49,86066
+ 4,348184 Log
(Penduduk) – 0,817925 Log (UMR)
Berdasarkan
koefisien diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Konstanta
sebesar - 49,86066 menunjukkan
bahwa jika variabel bebas seperti jumlah
penduduk dan UMR adalah konstan, maka pengangguran akan tetap sebanyak - 49,86066 persen.
b.
Setiap kenaikan jumlah penduduk sebesar 1 persen, maka
akan meningkatkan pengagguran Prov.
Sumatera Utara sebesar 4,348184 persen.
c.
Setiap kenaikan UMR sebesar 1 persen,
maka akan menurunkan pengangguran Prov. Sumatera Utara sebesar 0,817925 persen.
5.
Pembahasan Variabel Penelitian
a. Jumlah Penduduk Terhadap Pengangguran
Jumlah penduduk berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka hasil pengujian regresi
menunjukkan bahwa variable Jumlah Penduduk (X1) berpengaruh positif signifikan
terhadap Tingkat pengangguran Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi Jumlah penduduk Kabupaten Sumatera Utara memberikan pengaruh positif
atau menaikkan Tingkat Pengangguran Sumatera Utara. Hal ini sejalan dengan
Panjawa (2014) bahwa Jumlah penduduk yang terus meningkat, menyebabkan banyak
penduduk yang masuk dalam kategori angkatan kerja. Berbeda halnya jika angkatan
kerja yang meningkat akan menyebabkan kesempatan kerja juga meningkat. Hal ini
apabila tidak disertai dengan penciptaan lapangan kerja baru, maka akan banyak
penduduk yang tidak memperoleh pekerjaan (pengangguran).
b. UMR Terhadap Pengangguran
Upah minimum regional memiliki pengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran. Hal ini berarti
apabila terdapat kenaikan tingkat upah minimum maka akan meningkatkan tingkat
pengangguran namun dampak yang diberikan tidak signifikan. Sebaliknya apabila
terjadi penurunan tingkat upah, maka akan menurunkan tingkat pengangguran namun
tidak signifikan. Tidak signifikannya pengaruh yang diberikan oleh tingkat upah
minimum terhadap pengangguran diakibatkan oleh mayoritas pekerja di Indonesia
bekerja pada sektor informal, sehingga adanya kebijakan kenaikan tingkat upah
minimum yang ditetapkan pemerintah tidak serta merta mendorong kenaikan upah
secara langsung pada sektor tersebut. Hal ini mengakibatkan perusahaan yang
bergerak di sektor informal tersebut tidak perlu melakukan PHK terhadap
pekerjaanya dikarenakan perusahaan sektor informal tidak mengalami peningkatan
biaya produksi.
Implikasi dari hasil penelitian ini
yaitu pemerintah hendaknya dapat mempertimbangkan kebijakan untuk melakukan
peningkatan tingkat upah minimum disetiap regional. Hal ini dikarenakan tingkat
upah minimum regional memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran
di Indonesia. Pengangguran yang disebabkan kekakuan upah akibat penyesuaian
antara jumlah pekerja yang menginginkan pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang
tersedia. Namun, meningkatnya tingkat upah membuat penawaran tenaga kerja
bertambah, sehingga membuat permintaan tenaga kerja berkurang. Akibatnya
terjadi surplus tenaga kerja atau pengangguran. Penyebab kekakuan upah antara
lain: peraturan upah minimum, serikat pekerja dan efisiensi upah (Mankiw,
2012).
KESIMPULAN DAN SARAN
Upah minimum regional memiliki
pengaruh negatif namun signifikan terhadap tingkat pengangguran. Dengan kata
lain, jika upah minimum regional nilainya naik, maka tidak akan menaikan jumlah
tingkat pengangguran. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan adanya upaya
yang dilakukan dalam menangani permasalahan melalui kebijakan pemberdayaan
penduduk dan perluasan lapangan kerja dengan mendukung UMKM (Usaha Mikro Kecil
Menengah) dan perlu ditingkatkannya pemanfaatan sumber daya manusia yang baik
dan terorganisir dengan tujuan menciptakan masyarakat yang produktif.
Berdasarkan hasil
penelitian ini diharapkan adanya upaya yang dilakukan dalam menangani
permasalahan melalui kebijakan pemberdayaan penduduk dan perluasan lapangan
kerja dengan mendukung UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan perlu ditingkatkannya
pemanfaatan sumber daya manusia yang baik dan terorganisir dengan tujuan
menciptakan masyarakat yang produktif..
DAFTAR PUSTAKA
Yuni, R. PENGARUH UMR, KURS DAN
PENDUDUK JIWA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN SUMATERA UTARA PERIODE 2001-2017. NIAGAWAN,
9(1), 73-78.
Mukti Hadi Prasaja. 2013. Pengaruh
Investasi Asing, Jumlah Penduduk dan Inflasi terhadap Pengangguran Terdidik Di
Jawa Tengah Periode Tahun 1980-2011. Economics
Development Analysis Journal. EDAJ 2 (3) (2013). ISSN 2252-6889.
Trianggono Budi Hartanto, Siti
Umajah Masjkuri. 2017. Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikaan, Upah
Minimum dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Jumlah Pengangguran
Di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014. Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan. 02(1) : 21-30. ISSN 2541-1470.
Nurhikmah Risvi Said. 2017.
Pengaruh Upah Minimum Regional, Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Pengangguran Di Kota Makassar [skripsi]. Makassar : Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
R. Achmad Ryan Z, Nanik Istiyani,
Anifatul Hanim. 2017. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Angkatan
Kerja dan Upah Minimum Regional Terhadap Pengangguran Terdidik Di Jawa Timur. e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi. Volume
IV (2) : 187-191. ISSN 2355-4665.
Mankiw, N. Gregory. 2000. Teori
Makro Ekonomi Edisi Keempat: Jakarta: Erlangga.
www. Bank Sentral Republik
Indonesia.go.id.
Sukirno. Sadono. 2006. Makro
Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Komentar
Posting Komentar